BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap
orang tidak bisa tidak berkomunikasi. Banyak yang berpikir bahwa
berkomunikasi adalah hal yang mudah. Sehingga saat komunikasi kemudian
dijadikan sebuah cabang ilmu, yaitu Ilmu Komunikasi, maka sebagian orang
akan menganggap sepele cabang ilmu ini. Padahal sesungguhnya Ilmu
Komunikasi tidak sedangkal itu. Ilmu komunikasi bersifat multi disiplin
dan sangat kompleks. Ilmu komunikasi merupakan ilmu yang mengaitkan
banyak ilmu di dalamnya. Seperti sosiologi, psikologi, antropologi, dan
lain-lain.
Komunikasi
merupakan hal yang tidak bisa luput dari kehidupan kita. Komunikasi
sangat dekat dengan kita, manusia.Seperti halnya komunikasi, filsafat
juga hal yang sangat dekat dengan kita. Saat kita mulai mempertanyakan
tentang sesuatu, maka sesungguhnya kita telah berfilsafat. Filsafat
memang merupakan ilmu tertua yang sekaligus sebagai induknya ilmu
pengetahuan.
Mengingat
kompleksitas Komunikasi sebagai ilmu, maka penulis merasa perlu bagi
kita untuk menelusuri lebih dalam mengenai komunikasi, melalui Filsafat
Ilmu Komunikasi.
B. Rumusan Masalah
- Bagaimana awal perkembangan Filsafat dan Ilmu Komunikasi?
- Apa itu Filsafat, Komuinikasi, dan Filsafat Komunikasi?
- Apa saja ruang lingkup Filsafat Komunikasi?
BAB II
FILSAFAT KOMUNIKASI
A. Sejarah Filsafat dan Ilmu Komunikasi
1. Sejarah Singkat filsafat
Para filsuf sepakat untuk membagi sejarah filsafat menjadi empat tradisi besar, antaralain:
a. Filsafat India
Filsafat
India berpangkal pada keyakinan bahwa ada kesatuan fundamental antara
manusia dan alam, harmoni antara individu dan kosmos. Harmoni ini harus
disadari supaya dunia tidak dialami sebagai tempat keterasingan, sebagai
penjara.[1]
Perkembangan
filsafat India dibagi kedalam beberapa periode, yakni zaman Weda (2000 –
600 SM), zaman Skeptisisme (200 SM – 300 M), zaman Puranis (300 – 1200
M), zaman Muslim (1200 – 1757 M), dan zaman Modern (setelah 1757 M).
Beberapa periode tersebut menunjukkan bahwa perkembangan filsafat di India tidak lepas dari pengaruh kepercayaan dan agama.
b. Filsafat Cina
Ada tiga tema pokok sepanjang sejarah filsafat Cina,yakni harmoni, toleransi, dan perikemanusiaan. Selalu dicarikan keseimbangan, harmoni, suatu jalan tengah antara dua ekstrem: antara manusia dan sesama, antara manusia dan alam, antara manusia dan surga. Toleransi
kelihatan dalam keterbukaan untuk pendapat-pendapat pribadi, suatu
sikap perdamaian yang memungkinkan pluraitas yang luar biasa, juga dalam
bidang agama. Kemudian, perikemanusiaan. Pemikiran cina lebih antroposentris
(menempatkan manusia sebagai pusat kajian) daripada filsafat India dan
Barat. Manusialah yang selalu merupakan pusat filsafat Cina.[2]
Ada
empat periode besar dalam Filsafat Cina, yakni zaman Klasik (600 – 200
SM), zaman Neo-Taoisme dan Buddhisme (200 SM – 1000 M), zaman
Neo-Konfusianisme (1000 – 1900 M), dan zaman Modern (setelah 1900M).
Tradisi, agama dan ilmu pengetahuan memegang peran penting dalam perkembangan filsafat di Cina.
c. Filsafat Islam
Pada
abad IV SM, orang-orang Yunani memasuki Timur Tengah di bawah pimpinan
Aleksander Yang Agung untuk memperluas wilayah kekuasaannya dan juga
menanamkan kebudayaan Yunani di daerah-daerah yang dimasukinya. Maka
berkembanglah falsafah dan ilmu pengetahuan Yunani di Timur Tengah, yang
pada akhirnya memunculkan pusat-pusat peradaban Yunani, seperti
Iskandariah di Mesir, Antakia di Suria, dan lain-lain. Selain
bermunculannya pusat-pusat peradaban tersebut, ilmu pengetahuan juga
semakin berkembang. Bukan hanya filsafat, tapi juga sains pada masa
antara abad VIII dan XIII M. Selain peradaban Yunani, perkembangan filsafat Islam juga tentu saja tidak luput dari pengaruh agama Islam itu sendiri.
d. Filsafat Barat
Filsafat Barat kuno dimulai dari filsafat pra-sokrates di Yunani.[3]
Pada
abad ketujuh belas dan kedelapan belas sejarah filsafat Barat
memperlihatkan aliran-aliran yang besar, yang mempertahankan diri lama
dalam wilayah-wilayah yang luas, yaitu rasionalisme, empirisme, dan idealisme.
Dibandingkan dengan itu, fisafat Barat dalam abad kesembilan belas dan
kedua puluh kelihatan terpecah-pecah. Macam-macam aliran baru muncul,
dan aliran-aliran ini sering terikat pada hanya hanya satu negara atau
satu lingkungan bahasa.[4]
2. Sejarah Singkat Ilmu Komunikasi
Sepanjang
terekam dalam literatur, teoritisasi komunikasi dimulai sejak masa
Yunani Kuno. Ketika itu, Corax mengajarkan teori berbicara di depan
pengadilan, yang kemudian dianggap sebagai cikal-bakal ketereampilan
persuasi (membujuk). Salah satu murid Corax yang terkenal adalah Tisias,
yang kemudian mengambil istilah rhetoric sebagai nama bagi keterampilan tersebut.[5]
Era
Tisias kemudian digantikan oleh Aristoteles (385 – 322 SM) dan gurunya
Plato (427 – 347 SM). Kedua orang tersebut merupakan figur penting dalam
mengembangkan disiplin komunikasi. Arstoteles (dalam Ruben, 2002:21)
mengatakan bahwa, komunikasi adalah alat di mana warga masyarakat dapat
berpartisipasi dalam demokrasi. Aristoteles ketika itu mendudukkan
komunikasi sebagai keterampilan melakukan orasi dan menyusun argumen
untuk disampaikan kepada pendengar.
Tujuan dai komunikasi, kata
Aristoteles, adalah untuk memberi kesan ositif tentang pembicara,
sehingga pendengar akan menerima apa yang disampaikan pembicara. Lebih
jauh Plato mengatakan bahwa, keterampilan komunikasi haruslah mencakup
pula pengetahuan tentang sifat alami dari kata, sifat manusia dan
bagaimana manusia memandang hidup, susunan alam, dan studi tentang
instrumen apa yang dapat mempengaruhi manusia. Jelaaslah bahwa kedua
tokoh tersebut mengajarkan komunikasi sebagai keterampilan berbicara di
depan umum (public speaking). [6]
Perkembangan
komunikasi lalu dilanjutkan oleh Cicero (106 – 43 SM) dan Quintilian
(35 – 95 M). Cicero melihat komunikasi dalam dua ranah; praktis dan
akademis. Karya kedua tokoh ini lalu memberi inspirasi bagi pembentukan
disiplin ilmu komunikasi yang lebih matang pada era revolusi industri
Inggris dan revolusi kebudayaan Prancis.[7]
Memasuki
abad XVIII, komunikasi dikembangkan oleh para sastrawan. Pada masa itu,
komunikasi telah mengenal dasar-dasar komunikasi seperti gaya bicara,
artikulasi (pengucapan) dan sikap tubuh (gesture). Pada akhir abad 19,
di banyak perguruan tinggi departemen rhetoric and speech berbeda di bawah fakultas sastra.
Disiplin
lain yang membentuk studi komunikasi adalah jurnalisme. Sama seperti
retorika, jurnalisme sebenarnya telah dipraktikkan sejak 3700 tahun yang
lalu di Mesir. Julius Caesar lalu mengembangkan pola jurnalisme dengan
menjual cikal bakal koran. Pada tahun 1690, muncul koran pertama di AS
dengan nama Public Occurrences both Foreign and Domestic. Dalam fase selanjutnya, jurnalisme banyak berkembang di AS sementara teori-teori komunikasi berkembang di Eropa.[8]
Puncak
dari sintesa komunikasi dan jurnalisme ditandai dengan dibukanya kursus
jurnalisme di University Of Wisconsin pada tahun 1905, yang dilanjutkan
dengan perkembangan teknologi radio (1920-an) dan televisi (1940-an).
Pada
tahun 1948 Lasswell memperkenalkan pola komunikasi yang mengatakan
bahwa proses komunikasi meliputi “who says wahat to whom in what channel
with what effect”, atau “siapa berkata apa kepada siapa dengan
menggunakan saluran apa serta menimbulkan pengaruh apa”.[9]
Selain teori Lasswell, dikenal juga teori dari Shannon dan Weaver, Schramm, serta Katz Lazarvel.
Gagasan
Shannon-Weaver menggambarkan pentingnya memperluas komunikasi, dari
praktik bercakap, menulis atau melalui media massa. Komunikasi menurut
Shannon-Weaver meliputi juga aktivitas lain, seperti bermusik, bermain
balet, atau pentas teater.[10]
Perkembangan
komunikasi kemudian dilanjutkan dengan munculnya teori Wilbur Schramm.
Schramm yang oleh Alwi Dahlan, salah satu pakar komunikasi Universitas
indonesia, disebut sebgai salah satu dari empat ‘bapak komunikasi dunia’
pada tahun 1954 menulis artikel dengan judul ‘How communicaton work’.[11]
B. Pengertian atau Definisi Filsafat Komunikasi
1. Definisi Filsafat
Secara etimologis atau ilmu bahasa, filsafat bersal dari kata Yunani: philosophia, sebagai rangkaian kata philos atau philein yang berarti cinta, dan sophia
yang berarti kebijaksanaan. Sehingga filsafat dapat diartikan cinta
pada kebijaksanaan. Istilah ini berawal pada pandangan bahwa pengetahuan
manusia yang sensual melalui indra bukan pengetahuan sebenarnya;
pengetahuan itu relatif umum serta mencakup dasarnya, meliputi
keseluruhan objek sampai ke akar. Para pemikir Yunani ingin tahu akan
sebab yang sedalam-dalamnya. Mereka juga tahu, pengetahuan seperti itu
hanya dimiliki para dewa. Manusia hanya punya keingina, cita-cita
semata. Manusia yang cinta akan pengetahuan sejati disebut cinta
kebijaksanaan, filosofia. Orangnya disebut filosof, pencinta
kebijaksanaan.
Sebagian orang menyebut filsuf. Berikut adalah beberapa definisi filsafat oleh para ahli:
- Plato (427 – 347 SM),
mengatakan bahwa filsafat adalah mengkritik pendapat-pendapat yang
berlaku. Jadi, kearifan atau pengetahuan intelektual itu diperoleh
melalui suatu proses pemeriksaan secara kritis.[12]
- Aristoteles (384 – 322 SM),
menyatakan bahwa filsafat sebagai ilmu menyelidiki tentang hal ada
sebagai hal ada yang berbeda dengan bagian-bagiannya yang satu atau
lainnya. Ilmu ini juga dianggap sebagai ilmu yang pertama dan terakhir,
sebab secara logis disyaratkan adanya ilmu lain yang juga harus
dikuasai, sehingga untuk memahaminya orang harus menguasai ilmu-ilmu
yang lain itu.[13]
- Lous O. Kattsoff (1963), di dalam bukunya Element of Philosophy
mengartikan filsafat sebagai berpikir secara kritis, sistematis,
rasional, komprehensif (menyeluruh), dan menghasilkan sesuatu yang
runtut.[14]
2. Definisis Komunikasi
Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis
yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua
orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa
Latin Communico yang artinya membagi. Brikut ini beberapa pengertian dari para ahli:
- Harold Lasswell mengatakan bahwa proses komunikasi meliputi “who says what to whom in what channel with what effect.”[15]
- Carl I. Hovland
berpendapat bahwa komunikasi merupakan suatu proses, “Communication is
the process by which an individual (the communicator) transmit stimuly
(usualy verbal symbol) to modify the behavior the other individual
(communicates).”[16]
- Everett M. Rogers memberikan
definisi bahwa “Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau
lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama
lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang
mendalam.”[17]
Paradigma
Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur
sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu,yaitu:
- Komunikator (siapa yang mengatakan?)
- Pesan (mengatakan apa?)
- Media (melalui saluran/ channel/media apa?)
- Komunikan (kepada siapa?)
- Efek (dengan dampak/efek apa?).
Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana proses komunikasi adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu.
C. Cakupan-Cakupan Materi Filsafat Komunikasi
1. Hakikat Filsafat Komunikasi
Menurut Prof. Onong Unchjana Effendi (2003:321), filsafat komunikasi adalah suatu disiplin yang menelaah pemahaman (verstehen)
secara lebih mendalam, fundamental, metodologis, sistemats, analitis,
kritis dan komperhensif teori dan proses komunikasi yang meliputi segala
dimensi menurut bidang, sifat, tatanan, tujuan, fungsi, teknik, dan
metode-metodenya.[18]
Bidang
komunikasi, meliputi komunikasi sosial, organisasional, bisnis,
politik, internasional, komunikasi antar budaya, pembangunan,
tradisional dan lain-lain.
Sifat komunikasi, meliputi komunikasi verbal dan nonverbal. Adapun ragam tingkatan atau tatanan komunikasi adalah sebagai berikut:
a. Komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication)
yaitu komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang yang berupa proses
pengolahan informasi melalui panca indera dan sistem syaraf manusia.
b. Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication)
yaitu kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang dengan orang lain
dengan corak komunikasinya lebih bersifat pribadi dan sampai pada
tataran prediksi hasil komunikasinya pada tingkatan psikologis yang
memandang pribadi sebagai unik. Dalam komunikasi ini jumlah perilaku
yang terlibat pada dasarnya bisa lebih dari dua orang selama pesan atau
informasi yang disampaikan bersifat pribadi.
c. Komunikasi kelompok (group communication)
yaitu komunikasi yang berlangsung di antara anggota suatu kelompok.
Menurut Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam Sendjaja,(1994)
memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari
tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau tujuan yang
dikehendaki seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan
masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi
anggota lainnya dengan akurat.
d. Komunikasi organisasi (organization communication)
yaitu pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam
kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto,
2005:52).
e. Komunikasi massa (mass communication).
Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai suatu jenis komunikasi
yang ditujukan kepada sejumlah audien yang tersebar, heterogen, dan
anonim melalui media massa cetak atau elektrolik sehingga pesan yang
sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Kemudian Mulyana
(2005:74) juga menambahkan konteks komunikasi publik. Pengertian
komunikasi publik adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan
sejumlah besar orang (khalayak). Yang tidak bisa dikenali satu persatu.
Komunikasi demikian sering juga disebut pidato, ceramah atau kuliah
(umum). Beberapa pakar komunikasi menggunakan istilah komunikasi
kelompok besar (large group communication) untuk komunikasi ini.[19]
Tujuan
komunikasi bisa terdiri dari soal mengubah sikap, opini, perilaku,
masyarakat, dan lainnya. Sementara itu, fungsi komunikasi adalah
menginformasikan, mendidik, mempengaruhi.
Teknik
komunikasi terdiri dari komunikasi informatif, persuasif, pervasif,
koersif, instruktif, dan hubungan manusiawi. Metode komunikasi, meliputi
jurnalistik, hubungan masyarakat, periklanan, propaganda, perang urat
saraf, dan perpustakaan.
Sehingga
dengan demikian bisa dikatakan bahwa filsafat komunikasi adalah ilmu
yang mengkaji setiap aspek dari komunikasi dengan menggunakan pendekatan
dan metode filsafat sehingga didapatkan penjelasan yang mendasar, utuh,
dan sistematis seputar komunikasi.
2. Tema Pokok dalam Etika dan Filsafat Komunikasi
a. Manusia Sebagai Pelaku Komunikasi
Hakikat
komunikasi adalah proses ekspresi antarmanusia. Posisi manusia dalam
komunikasi dapat dilihat pada rumusan komunikasi dari Lasswell dan
Aristoteles. Pola komunikasi menurut Lasswell mengikuti rumusan “Who say what to whom in what channel with what effect”. Sedangkan dalam model komunikasi Aristoteles kedudukan manusia sebagai pelaku komunikasi meliputi “pembicara” dan “pendengar”. Rumusan komunikasi menurut Aristoteles sendiri terdiri dari empat unsur, yakni pembicara, argumen, pidato, dan pendengar.[20]
Berdasarkan
dua rumusan tersebut, maka manusia memegang peran penting dalam
komunikasi. Karena manusia merupakan pelaku komunikasi itu sendiri,
yakni sebagai komunikator dan komunikan.
b. Teknologi Komunikasi
Teknologi
informas dan komunikasi saat ini berkembang dengan sangat pesat. Sejak
awal ditemukannya pada tahun 1876, telepon yang mulanya duganakan untuk
mengirim suara, terus mengalami perkembangan baik dari segi ukuran
maupun fungsi. Hal ini juga terjadi pada komputer.
Kini,
komputer dan telepon bahkan disatukan dalam satu alat dengan ukuran
yang kecil sehingga memudahkan kita untuk membawanya kemana saja.
Ditunjang dengan teknologi jaringan dunia yang bisa diakses dengan
sangat luas dan kapan saja, yakni international network (internet) yang
kini telah melahirkan banyak situs.
c. Komunikasi Efektif dan Strategi Komunikasi
Proses
komunikasi memang tidak dapat dihindarkan dari aktivitas manusia.
Namun, komunikasi tidak selalu berjalan sebagaimana mestinya.
Ketidakefektifan dalam berkomunikasi adalah hal yang juga sering
terjadi. Hal ini akan terjadi jika pesan yang disampaikan oleh
komunikator tidak diterima secara benar dan baik oleh komunikan, dan
masih banyak faktor-faktor lain yang dapat menyebabkannya.
Wilbur Schramm menyebut sebagai “the conditions of success in communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita ingin agar pesan yang kita sampaikan menghasilkan tanggapan yang kita inginkan.
The Conditionsof Success in Communication terebut meliputi:[21]
· Pesan harus dirancang sedemikian dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian komunikasi.
· Pesan
harus menggunakan lambang yang memiliki pengertian yang sama antara
komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.
· Pesan harus dapat menumbuhkan kebutuhan pribadi komunikan sekaligus menyediakan alternatif mencapai kebutuhan tersebut.
· Pesan harus berkaitan dengan kebutuhan kelompok dimana komunikan berada.
3. Komunikasi Sebagai Proses Simbolis
Teori
interaksionisme-simbolis dikembangkan oleh kelompok The Chicago School
dengan tokoh-tokohnya seperti George Herbert Mead dan George Herbert
Blumer. Awal perkembangan interaksionisme simbolis dapat dibagi menjadi
dua aliran mazhab, yaitu aliran/mazhab Chcago, yang dipelopori oleh
Herbert Blumer, melanjutkan penelitian yang dilakukan George Herbert
Mead. Blumer meyakini bahwa studi manusia tidak bisa diselenggarakan di
dalam cara yang sama dari ketika studi tentang benda mati. Peneliti
perlu mencoba empati dengan pokok materi, masuk pengalamannya, dan usaha
untuk memahami nilai dari tiap orang.[22]
Menurut
Blumer, teori ini berpijak pada premis bahwa (1) manusia bertindak
terhadap sesuatu berdasarkan makna yang ada pada “sesuatu” itu bagi
mereka; (2) makna tersebut berasal atau muncul dari “intervensi sosial
seseorang dengan orang lain”; dan (3) makna tersebut disempurnakan
melalui proses penafsiran pada saat “proses interaksi sosial”
berlangsung. “Sesuatu” ini tidak mempunyai makna yang intrisik. Sebab,
makna yang dikenakan pada sesuatu ini lebih merupakan produk interaksi
simbolis.
Bagi Blumer, “sesuatu’
yang disebut juga “realitas sosial”, bisa berupa fenomena alam,
artifisial, tindakan seseorang, baik verbal maupun nonverbal, dan apa
saja yang patut “dimaknakan”. Sebagai realitas sosial, hubungan
“sesuatu” dan “makna” ini tidak inheren, tetapi volunteristik. Sebab,
kata blumer sebelum memberikan makna atas sesuatu, terlebih dahulu aktor
melakukan serangkaian kegiatan olah mental, yakni memilih, memeriksa,
mengelompookkan, membandingkan, memprediksi, dan mentransformasikan
makna dalam kaitannya dengan situasi, posisi, dan arah tindakannya.[23]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Filsafat
komunikasi adalah ilmu yang mengkaji setiap aspek dari komunikasi
dengan menggunakan pendekatan dan metode filsafat sehingga didapatkan
penjelasan yang mendasar, utuh, dan sistematis seputar komunikasi.
Suatu proses komunikasi akan menjadi efektif jika memenuhi syarat-syarat berikut:
· Pesan harus dirancang sedemikian dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian komunikasi.
· Pesan
harus menggunakan lambang yang memiliki pengertian yang sama antara
komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.
· Pesan harus dapat menumbuhkan kebutuhan pribadi komunikan sekaligus menyediakan alternatif mencapai kebutuhan tersebut.
· Pesan harus berkaitan dengan kebutuhan kelompok dimana komunikan berada.
B. Saran
Kita
sebagai pelaku komunikasi sebaiknya mengkaji lebih dalam lagi mengenai
komunikasi. Sebaiknya kita tidak hanya mengkaji, tetapi juga memahami
dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari agar ketidakefektifan
dalam berkomunikasi dapat diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Mufid, 2010, Etika dan Filsafat Komunikasi, Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Kismiyati El Karimah, Uud Wahyudin, 2010, Filsafat & Etika Komunikasi, Bandung : Widya Pajajaran.
Hafied Cangara, 2008, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Rajawali Pers.Sumber: http://nurliana-untad-komunikasi.blogspot.com
Posting Komentar untuk "Makalah-makalah Filsafat Komunikasi Lengkap"