Interaksi
antara Islam yang lahir di Timur Tengah berlangsung semenjak Islam lahir sampai
sekarang ini. Proses dialektika tidak pernah berhenti, selalu ada nuansa baru
dalam interaksi tersebut. Adakalanya relasi yang terbangun bagian ‘harmonis’
tetapi sering kali juga terjadi ‘ketegangan’. Proses-proses tersebut akan
memperkaya khazanah keberagaman masyarakat.
Zainul Milal
berpendapat bahwa salah satu cara untuk mengembalikan citra sekaligus membangun
Islam Indonesia ke depan adalah rekonsiliasi kultural. Rekonsiliasi kultural
seluruh kekuatan umat Islam di Indonesia dengan memperutin dialog-dialog,
mendialektikan pemahaman dan keberagaman masing-masing serta mengintensifkan
gerakan kultural untuk meneguhkan keislaman yang lebih ramah, terbuka dan
pluralis.
Bentuk-bentuk
rekonsiliasi kultural yang memungkinkan terjaminnya suasana yang dialogis dan
harmonis itu diantaranya adalah adanya negosiasi antara agama dengan komunitas
agama lokal atau pendukung kebudayaan lokal. Menurut Zainul Milal, mungkin ini
sulit untuk dilakukan, namun bisa saja terjadi proses tawar-menawar antara
kedua belah pihak, saling memberi dan menerima, sehingga tidak ada satupun yang
dirugikan. Dan ketegangan pun mulai dikikis secara perlahan, dengan tidak lagi
mengajukan argumen-argumen dari konstruksi teologis dan politik yang sifatnya
menghukumi dan mengadili. Dengan demikian, Islam di Indonesia akan menemukan
formulasi yang lebih akomodatif, toleran dan ramah terhadap berbagai
kemungkinan yang dihadapi bahkan arus globalisasi sekalipun.
Dari paparan di
atas bisa disarikan bahwa Islam Indonesia dalam legitimasi dan resistensinya
tidak bisa terlepas dari realitas kultural keberagaman di Indonesia secara
historis, sosiologis maupun ideologis. Inilah yang menjadi keyakinan bahwa
negosiasi Islam dengan tradisi, atau negosiasi Islam dengan tradisi tertentu
dengan islam tradisi yang lain adalah suatu proses yang panjang dalam gerak
kebudayaan yang tidak pernah berhenti. Sehingga cara-cara yang digunakan dalam
menegosiasikannya bukan dalam bentuk kekerasan, melainkan dalam bentuk
kedamaian yang lebih arif. (Baca Juga: Wajah Islam Indonesia: Hasil Negosiasi Kreatif dan Rekonsiliasi Kultural Bagian 1)
Begitu juga
dengan upaya rekonsiliasi kultural yang disertai penyegaran-penyegaran
pemahaman keislaman akan membantu umat Islam di Indonesia sanggup ikut
berpartisipasi dalam mengatasi krisis multidimensi di Indonesia. Sehingga dari
keberagaman umat Islam yang demikianlah fajar baru Indonesia akan membangun
tatanan kehidupan yang lebih sejahtera dengan langkah pasti mengarungi arus
globalisasi, bergelut dengan kompetisi global. Wallahu a’lam bi al-ṣawāb.
Posting Komentar untuk "Wajah Islam Indonesia: Hasil Negosiasi Kreatif dan Rekonsiliasi Kultural Bagian 2 (akhir)"